Upaya Pemerintah Kabupaten Purwakarta (Jawa Barat) yang mengikutsertakan warganya yang berstatus pekerja informal dalam program jaminan sosial tampaknya akan diikuti oleh daerah lainnya.
Pada Selasa (10/4) hingga Rabu (11/4), sebanyak 12 bupati/wali kota yang didampingi pimpinan DPRD-nya melakukan studi banding ke Purwakarta. Ke-12 bupati/wali kota yang hadir itu berasal dari Kota Medan dan Kabupaten Deli Serdang (Sumatera Utara), Kota Cimahi dan Kabupaten Bandung (Jawa Barat), Kota Yogyakarta (DIY), Kabupaten Malang dan Kabupaten Sidoarjo (Jawa Timur), Kebupaten Indragiri Hulu dan Kabupaten Meranti (Riau), serta Kota Mataram (NTB).
Turut hadir pada acara sosialisasi dan penjelasan mengenai kepesertaan pekerja informal di Purwakarta dalam program JPK Jamsostek ini Direktur Utama Jamsostek Hotbonar Sinaga serta Direktur Kepesertaan Jamsostek Ahmad Ansyori. Bupati Purwakarta Dedi Mulyadi memberikan penjelasan tentang proses dari awal hingga tahap pelaksanaan upaya mengikutsertakan warganya yang berstatus pekerja informal dalam program jaminan sosial yang diselenggarakan PT Jamsostek (Persero).
Sekadar informasi, sejak 2011 lalu, Pemkab Purwakarta mengikutsertakan warganya yang bekerja dan berusaha di sektor informal dalam program jaminan kematian (JK) dan jaminan pemeliharaan kesehatan (JPK) yang diselenggarakan PT Jamsostek (Persero). Jika pada 2011 lalu sekitar 13.000 masyarakat diikutsertakan dalam program JPK Jamsostek, maka pada 2012 ini Pemkab Purwakarta kembali mengikutsertakan sekitar 75.470 orang.
Untuk iuran kepesertaan pada 2012 ini, Pemkab Purwakarta menyiapkan dana sebesar Rp 100 miliar dari anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) 2012. Berdasarkan perhitungan Pemkab Purwakarta dan PT Jamsostek (Persero), iuran kepesertaan sebesar Rp 50.400 per bulan untuk pekerja informal yang sudah berkeluarga serta Rp 26.400 per bulan untuk yang berstatus lajang. Pendapatan asli daerah (PAD) Purwakarta pada 2012 ini diperkirakan sekitar Rp 137 miliar dengan APBD sebesar 1,071 triliun.
Bupati Purwakarta Dedi Mulyadi mengatakan, selama ini masyarakat yang bekerja dan berusaha di sektor informal kurang mendapat perlindungan dari negara. Selama ini hanya warga yang berstatus pekerja formal serta pegawai negara sipil (PNS) atau TNI/Polri yang mendapatkan kepastian kenaikan gaji/tunjangan serta perlindungan melalui jaminan sosial dan fasilitas lainnya.
Hal berbeda justru dialami petani dan buruh tani, tukang ojek, tukang cukur, sopir angkutan, pedagang kecil, bahkan termasuk pekerja sosial, seperti pegawai honorer, ketua RT dan RW, perangkat desa, petugas pertahanan sipil (hansip), ketua karang taruna, guru mengaji, dukun beranak, serta lainnya.
Jika mereka sakit parah atau sampai meninggal dunia, dipastikan uang atau tabungan mereka terkuras habis dan bisa jatuh miskin. Jangankan yang miskin, yang statusnya agak kaya pun akan jatuh miskin jika mengalami sakit parah. Saya sebagai kepala pemerintahan di Purwakarta merasa bertanggung jawab terhadap mereka, katanya.
Dengan persetujuan DPRD Purwakarta, menurut Dedi Mulyadi, Pemkab Purwakarta mengalokasikan anggaran untuk iuran jaminan sosial (JK dan JPK) yang dikelola Jamsostek. Dengan ini, warga Purwakarta yang berstatus pekerja informal dan pekerja sosial bisa terlindungi program jaminan sosial.
Jika mereka sakit, bahkan parah sekalipun atau sampai operasi, maka biayanya ditanggung Jamsostek. Selama ini kesejahteraan pekerja informal dan pekerja sosial kurang mendapat perhatian, bahkan dari negara. Dengan menyertakan dalam program jaminan sosial, berarti kita juga ikut mendorong peningkatan kesejahteraan mereka, ujarnya.
Dedi Mulyadi menambahkan, pemerintah kabupaten/kota lainnya tentunya bisa mencontoh Purwakarta untuk mengikutsertakan warganya dalam program Jamsostek. Apalagi selama ini banyak anggaran, baik di tingkat provinsi maupun kabupaten/ kota, yang tidak terserap. Bahkan, kalaupun terserap, terkadang untuk program/proyek yang tidak jelas serta hanya untuk meningkatkan tunjangan/fasilitas bagi PNS.
Seperti Pemprov Jawa Barat yang anggarannya tidak terserap sebesar Rp 2,6 triliun. Kalau dana ini dibagikan ke kabupaten/kota masing-masing Rp 100 miliar untuk program jaminan sosial bagi masyarakat informal, tentunya angka kemiskinan bisa berkurang, tuturnya.
Seperti diketahui, Purwakarta berpenduduk 1 juta jiwa dengan berbagai macam latar belakang dan status. Upaya Pemkab Purwakarta dengan mengikutsertakan warganya dalam program jaminan sosial merupakan bentuk implementasi sistem jaminan sosial nasional (SJSN).
Direktur Utama Jamsostek Hotbonar Sinaga mengatakan, keberhasilan Kabupaten Purwakarta bisa dijadikan contoh oleh pemerintah kabupaten/kota lainnya. Untuk itu, seluruh kantor wilayah dan cabang Jamsostek di berbagai daerah bisa melakukan pendekatan dan sosialisasi tentang program-program Jamsostek, terutama kepada pemerintah daerah dan DPRD setempat, khususnya terkait kepesertaan pekerja sektor informal. (ref : SuaraKarya)
Pada Selasa (10/4) hingga Rabu (11/4), sebanyak 12 bupati/wali kota yang didampingi pimpinan DPRD-nya melakukan studi banding ke Purwakarta. Ke-12 bupati/wali kota yang hadir itu berasal dari Kota Medan dan Kabupaten Deli Serdang (Sumatera Utara), Kota Cimahi dan Kabupaten Bandung (Jawa Barat), Kota Yogyakarta (DIY), Kabupaten Malang dan Kabupaten Sidoarjo (Jawa Timur), Kebupaten Indragiri Hulu dan Kabupaten Meranti (Riau), serta Kota Mataram (NTB).
Turut hadir pada acara sosialisasi dan penjelasan mengenai kepesertaan pekerja informal di Purwakarta dalam program JPK Jamsostek ini Direktur Utama Jamsostek Hotbonar Sinaga serta Direktur Kepesertaan Jamsostek Ahmad Ansyori. Bupati Purwakarta Dedi Mulyadi memberikan penjelasan tentang proses dari awal hingga tahap pelaksanaan upaya mengikutsertakan warganya yang berstatus pekerja informal dalam program jaminan sosial yang diselenggarakan PT Jamsostek (Persero).
Sekadar informasi, sejak 2011 lalu, Pemkab Purwakarta mengikutsertakan warganya yang bekerja dan berusaha di sektor informal dalam program jaminan kematian (JK) dan jaminan pemeliharaan kesehatan (JPK) yang diselenggarakan PT Jamsostek (Persero). Jika pada 2011 lalu sekitar 13.000 masyarakat diikutsertakan dalam program JPK Jamsostek, maka pada 2012 ini Pemkab Purwakarta kembali mengikutsertakan sekitar 75.470 orang.
Untuk iuran kepesertaan pada 2012 ini, Pemkab Purwakarta menyiapkan dana sebesar Rp 100 miliar dari anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) 2012. Berdasarkan perhitungan Pemkab Purwakarta dan PT Jamsostek (Persero), iuran kepesertaan sebesar Rp 50.400 per bulan untuk pekerja informal yang sudah berkeluarga serta Rp 26.400 per bulan untuk yang berstatus lajang. Pendapatan asli daerah (PAD) Purwakarta pada 2012 ini diperkirakan sekitar Rp 137 miliar dengan APBD sebesar 1,071 triliun.
Bupati Purwakarta Dedi Mulyadi mengatakan, selama ini masyarakat yang bekerja dan berusaha di sektor informal kurang mendapat perlindungan dari negara. Selama ini hanya warga yang berstatus pekerja formal serta pegawai negara sipil (PNS) atau TNI/Polri yang mendapatkan kepastian kenaikan gaji/tunjangan serta perlindungan melalui jaminan sosial dan fasilitas lainnya.
Hal berbeda justru dialami petani dan buruh tani, tukang ojek, tukang cukur, sopir angkutan, pedagang kecil, bahkan termasuk pekerja sosial, seperti pegawai honorer, ketua RT dan RW, perangkat desa, petugas pertahanan sipil (hansip), ketua karang taruna, guru mengaji, dukun beranak, serta lainnya.
Jika mereka sakit parah atau sampai meninggal dunia, dipastikan uang atau tabungan mereka terkuras habis dan bisa jatuh miskin. Jangankan yang miskin, yang statusnya agak kaya pun akan jatuh miskin jika mengalami sakit parah. Saya sebagai kepala pemerintahan di Purwakarta merasa bertanggung jawab terhadap mereka, katanya.
Dengan persetujuan DPRD Purwakarta, menurut Dedi Mulyadi, Pemkab Purwakarta mengalokasikan anggaran untuk iuran jaminan sosial (JK dan JPK) yang dikelola Jamsostek. Dengan ini, warga Purwakarta yang berstatus pekerja informal dan pekerja sosial bisa terlindungi program jaminan sosial.
Jika mereka sakit, bahkan parah sekalipun atau sampai operasi, maka biayanya ditanggung Jamsostek. Selama ini kesejahteraan pekerja informal dan pekerja sosial kurang mendapat perhatian, bahkan dari negara. Dengan menyertakan dalam program jaminan sosial, berarti kita juga ikut mendorong peningkatan kesejahteraan mereka, ujarnya.
Dedi Mulyadi menambahkan, pemerintah kabupaten/kota lainnya tentunya bisa mencontoh Purwakarta untuk mengikutsertakan warganya dalam program Jamsostek. Apalagi selama ini banyak anggaran, baik di tingkat provinsi maupun kabupaten/ kota, yang tidak terserap. Bahkan, kalaupun terserap, terkadang untuk program/proyek yang tidak jelas serta hanya untuk meningkatkan tunjangan/fasilitas bagi PNS.
Seperti Pemprov Jawa Barat yang anggarannya tidak terserap sebesar Rp 2,6 triliun. Kalau dana ini dibagikan ke kabupaten/kota masing-masing Rp 100 miliar untuk program jaminan sosial bagi masyarakat informal, tentunya angka kemiskinan bisa berkurang, tuturnya.
Seperti diketahui, Purwakarta berpenduduk 1 juta jiwa dengan berbagai macam latar belakang dan status. Upaya Pemkab Purwakarta dengan mengikutsertakan warganya dalam program jaminan sosial merupakan bentuk implementasi sistem jaminan sosial nasional (SJSN).
Direktur Utama Jamsostek Hotbonar Sinaga mengatakan, keberhasilan Kabupaten Purwakarta bisa dijadikan contoh oleh pemerintah kabupaten/kota lainnya. Untuk itu, seluruh kantor wilayah dan cabang Jamsostek di berbagai daerah bisa melakukan pendekatan dan sosialisasi tentang program-program Jamsostek, terutama kepada pemerintah daerah dan DPRD setempat, khususnya terkait kepesertaan pekerja sektor informal. (ref : SuaraKarya)